switch-career? should I?

 Jakarta, 13 April 2022

05:06 PM



Just like an usual day, hari ini alhamdulillah sih masih nganggur dari task karena emang belum di-assign ke project sampe pas siang tadi baru dapet notif slack dari Pak Michael (akupun juga nggak tau yang mana orangnya karena baru kali ini juga sih ngobrol sama dia —bahkan dia nggak yakin harus panggil aku siapa). Kind of little excited karena udah hampir sebulan bisa dibilang “nganggur” sejak project terakhir udah kelar task-task nya, tapi bisa dibilang juga aku lebih seneng gabut aja sih di rumah haha.

Ya siapa ya yang ngga seneng cuman rebahan dan nonton TV doang digaji? Mana bulan ini THR juga ikut turun, lumayan lah walaupun nggak sepenuhnya 2x gaji tapi seengganya bulan ini dapet 2x transferan dari kantor.


Ohya, btw ini adalah tulisan pertama aku. Aku nggak tau bakal konsisten buat nulis atau engga ke depannya, cuman karena gabut jadi kepikiran aja buat nulisin apa yang aku rasain sekarang. Because akhir-akhir ini juga sempet ngerasa galau banget akan hidup aku sendiri, terutama di bidang karir.


Long short story, semenjak aku ikut konseling dari kantor bareng bu Ina, aku jadi tertarik buat belajar psikologi —atau bahkan kerja di bidangnya. Tapi sayang aku nggak ada skill-nya disana, soalnya aku lulusan sastra :(

Eh tapi, sebelum kesitu, akhir-akhir ini aku emang ngerasa berpikir macem-macem deh. Nggak tau karena faktor gabut jadi suddenly datanglah pikiran random, atau karena umurku yang udah 25 tahun ini? Kalo orang-orang sih bilangnya “quarter life crisis”.  Awalnya aku sih biasa aja ya —karena aku biasanya emang tipe yang yaudahlah ya jalanin aja, tapi kali ini emang terasa beda ya. Being an adult is hard.


Jadi ngalor-ngidul kan tulisannya.


Intinya udah beberapa minggu ini aku selalu kepikiran buat switch-career but I don’t know what to do and I don’t know exactly “is this what I’m looking for?”. Pikiran itu randomly datang ketika aku ngobrol sama diri sendiri dan merasa 2 tahun ke belakang ini aku nggak menunjukkan perubahan yang signifikan akan skill ku di profesiku saat ini (software engineer). Sampe-sampe aku merasa untuk kedua kalinya bahwa “I’m not born to do code”. Iya, sebenernya pikiran itu udah pernah lewat pas aku pertama kali belajar ngoding, pas masih pertama kali kuliah, sebelum akhirnya memutuskan untuk pindah jurusan sesuai yang aku inginkan. (Kalau dipikir-pikir kayaknya aku rindu deh sama aku yang dulu, berani mengambil tindakan sesuai apa kata hatiku, nggak kayak sekarang, jadi cupu, apa-apa overthinking. huft)

Aku mengawali karirku sebagai programmer di tahun 2021. Baru setahun yang lalu sih —bahkan aku udah beli iPhone 11 warna ungu idamanku buat mengapresiasi diriku sendiri yang sudah bekerja keras selama setahun ini. Tapi ya seperti yang aku bilang, aku berangkat bukan dari latar belakang IT, aku nggak kuliah IT, aku kuliah sastra. Emang sama-sama bahasa sih, cuman yang satu bahasa manusia, yang satunya lagi bahasa komputer/mesin.


Sebelum terjun ke dunia percodingan ini, aku ngebekalin diriku dengan ikut bootcamp selama 3 bulan. Dan alhamdulillah, belum sampai 3 bulan aku udah diterima kerja —padahal aku cuman iseng waktu itu apply kerjaan, eh taunya dapet. Aku memutuskan untuk ikut bootcamp sih lagi-lagi karena aku yang nggak berpikir panjang dan gampang overthinking saat itu. Pikiran utama aku adalah gimana caranya supaya aku punya kemampuan lain yang bisa “menjual” aku di dunia kerja. Bahkan aku memutuskan disiplin ilmu yang pengen aku ambil aja berdasarkan spek laptop yang disarankan sama Glints waktu itu, sebelum aku join bootcampnya. Aku nggak ada cari tahu dulu apa itu backend developer, apa yg dikerjain sama backend, apa strugglenya backend. Emang salah sih… baru nyesel sekarang :”)


Ohya, awal aku belajar ngoding itu tahun 2020, yah walaupun late 2020 tapi biar gampang aku sebutnya ke tahun pertama dan kedua aja yah, hehe


Setahun pertama belajar dan pertama kali banget punya kerjaan full time, aku masih ambisius, masih penuh semangat dan positive thinking akan hal apa yang akan terjadi. Masih selayaknya aku sblm hari ini, pemberani yang mudah ambil keputusan (walaupun karena nggak terlalu berpikir panjang sih, haha). Awalnya aku ngerasa bahwa aku cukup spesial, berangkat dari disiplin ilmu sosial, aku berhasil dapat kerja (bahkan aku adalah murid pertama di batch itu yg berhasil dapat kerja tanpa bantuan dari penyelenggara bootcampnya. Iya, aku cari-cari sendiri jobnya, aku kerjain sendiri soal-soalnya dan aku diterima). Tapi setelah beberapa bulan mulai kerja, ada aja sih dramanya, mungkin aku bakal ceritain nanti, tapi yg jelas aku makin merasa nggak terlalu spesial juga kok, malah rasanya aku adalah yang paling standarnya aja.


Di kantor pertama, hampir semua karyawannya adalah lulusan bootcamp —walaupun pas itu cuman aku satu-satunya cewe yang ngoding disana. Masih inget banget hari pertama masuk aja udah ditanyain ini itu sama Tiyas (backend juga disana), padahal gataunya aja ke depannya aku yang sering banget nanya ke dia —ya karena dia lebih jago daripada aku. Dari sini mulai melihat potensi temen-temen seperjuangan (iya aku bilang seperjuangan karena start belajar kita di dunia ngoding ini hampir sama, nggak jauh beda, dan kita juga sama-sama nggak punya background IT sama sekali), dalem hati aku bilang “hebat yah orang-orang ini”, “gapapa, nanti kamu juga bisa kok, masih ada waktu”, “ternyata masih banyak banget ya yang aku nggak tau mengenai profesi aku sekarang, seru juga”, dll. 


Setelah 7 bulan kerja disana, karena satu dan lain hal akhirnya aku mutusin buat resign setelah keterima di tempat aku sekarang kerja. Awalnya baik-baik aja, aku kerja bareng orang-orang yang baik dengan struktur organisasi yang lebih jelas, aku merasa “ini adalah company yang aku inginkan” —sampai sekarang sih, hehe. Sampai akhirnya di tahun 2022, tahun kedua sejak pertama kali aku belajar ngoding, aku mulai menyadari sesuatu bahwa aku nggak sebaik yang lain.


Aku tau, nggak seharusnya membandingkan diri dengan orang lain, orang lain punya timeline-nya sendiri bahkan dalam mempelajari sesuatu. Tapi aku mencoba buat lebih realistis aja. Aku yang bisa menilai sudah sejauh mana aku berjuang dan sudah sejauh apa aku bisa melangkah. Dan aku mulai menyadari bahwa aku nggak sebaik itu dalam pekerjaanku. Terlalu banyak hal yang harus aku kuasai dengan pace waktu yang bisa dibilang terlalu cepat. Aku lelah…


Nggak cuman lelah, aku juga kehilangan motivasi aku untuk belajar, ketika tau usahaku selama 2 tahun ini nggak menghasilkan output sebaik temen-temen aku bahkan orang yang mulai belajar setelah aku. Aku mulai goyah, berpikir apakah ini saatnya aku mulai memikirkan untuk switch-career?


Udah coba cerita ke beberapa orang yang aku percaya, bahkan Rangga —temen kantor lama aku, juga aku mintain advicenya sebagai sesama programmer, haha. Tapi tetep aja hati aku masih goyah. Aku belum bisa membulatkan tekad, belum tau jalan mana yang harus aku ambil. Pengen sih konseling ke psikolog lagi, tapi rasanya aku masih lelah buat ceritain masalah ini lagi. Udah banyak hari yang aku lewatin untuk mikirin hal ini. Kayaknya aku butuh waktu lagi buat cerita ke orang lain lagi.


Rangga bilang, mungkin aku belum punya goals dalam pekerjaan ini. Kalau dipikir sih nggak 100% salah, tapi aku punya goals untuk karir. Karir secara general, bukan karir aku sebagai software engineer. Aku berpikir bahwa aku nggak mau selamanya menjadi staff biasa, seengganya aku harus bisa sampai ke level manager suatu hari nanti. Tapi, melihat kemampuan aku sampai hari ini, aku merasa bahwa goals itu malah makin menjauh dari aku. Itulah kenapa aku jadi punya pikiran seperti ini.


Aku belum cerita ke mama sih, karena kalo masalah kerjaan gini aku biasanya sih cerita ke papa, karena papa yg lebih bisa kasih advice urusan karir ketimbang mama. Tapi yang jelas banyak faktor yang membuat aku berpikir aku nggak passion disini, dan aku nggak akan berkembang jika aku terus disini. Tapi di sisi lain, aku juga masih memikirkan bagaimana nasibku jika aku harus meninggalkan kantorku saat ini. Rasanya masih terlalu berat, karena tbh aku belum menikmati semua fasilitas yg mereka berikan. Aku masih pengen ajuin LOP buat beli macbook, aku masih pengen ajuin buat asuransi dental & glasses juga. Apalagi aku udah karyawan tetap juga disini, makin berat deh..

Coba kita lihat lagi nanti pilihan apa yang akan aku pilih..





Comments

Popular posts from this blog

pusing

yang sempet tertunda

another day, another overthinking